Sejumlah rambu dilarang menyeberang terpasang di sepanjang busway Jalan Raya Otista. Namun sejumlah pejalan kaki enggan menggunakan jembatan penyeberangan orang (JPO) yang terhubung dengan halte TransJ Cawang Otista.
Bona, salah satu warga, mengaku baru mengetahui adanya rambu-rambu tersebut. "Saya baru tahu tadi pas menyeberang jalan," ujar Bona kepada detikcom, Jumat (8/11/2012).
Ia sendiri tahu ada jembatan penyeberangan. Namun ia tidak menggunakan jembatan tersebut dengan alasan supaya bisa lebih cepat.
"Saya tadi diajakin teman agar tidak melewati jembatan penyeberang karena lebih cepat," tuturnya.
Lain halnya dengan Bona, Luqman (25), karyawan perkantoran, memang sengaja tidak menggunakan jembatan penyeberang karena sedang terburu-buru. Menurut Luqman, ia sudah terbiasa tidak menggunakan jembatan.
"Biar lebih cepat, lebih efisien, soalnya saya terburu-buru. Biasa saja, makanya saya harus berhati-hati kalau menyeberang," kata Luqman.
Meski emoh menggunakan jembatan dalam menyeberang, Luqman ingin mengkritisi sejumlah JPO yang mulai tidak terawat. Contohnya jembatan di depan Bali Mester, Kampung Melayu, Jakarta Timur.
"Abis gimana yah, kondisi kotor dan di beberapa titik jembatan penyeberangan tidak beratap, salah satu di depan jembatan Mester, gara-gara itu bikin saya males soalnya nggak ada atap. Terus banyak pedagang kanan kiri, gimana saya mau lewat. Daripada naik jembatan penyeberang lebih baik saya menyeberang saja langsung," ujarnya.
Menurutnya keberadaan jembatan tidak efisien karena justru banyak yang dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima. "Sebenarnya nggak efisien, bagaimana masyarakat mau lewat kalau tempat bercampur pedagang kaki lima. Seharusnya jangan cuma rambu yang dibangun, melainkan sarana dan fasilitas harus diperhatikan dengan baik," tutupnya.