Selasa (23/10/2012), warga 13 desa di Kecamatan Haruai, Tabalong, protes karena tagihan listriknya membengkak. Kondisi serupa terjadi di Banjarmasin.
Aksi protes warga itu dilakukan di kantor Camat Haruai. Mereka berasal dari berbagai desa seperti Bongkang, Catur Karya, Hayup, Kembang Kuning, Lokbatu, Mahe Pasar, Marindi, Nawin, Saradang, Suput, Surian dan Wirang.
Selain menggelar aksi, mereka melakukan aksi mogok membayar tagihan hingga ada penjelasan resmi dari PLN.
Salah seorang peserta, M Idris mengaku kaget karena biasanya dia membayar sekitar Rp 70 ribu per bulan.
Namun, bulan ini naik menjadi sekitar Rp 300 ribu. Padahal, daya pemakaian tidak berubah bahkan diyakini berkurang karena sering terjadi pemadaman.
"Ada warga dari desa lain yang mencapai Rp 2 juta, bahkan ada yang sampai Rp 6 juta. Ini kan aneh karena pemakaian kami tidak berubah. Saya harus membayar Rp 400 ribu dari biasanya Rp 70 ribu. Itu sangat memberatkan," tegas pria yang mengaku hanya memperoleh penghasilan rata-rata Rp 300 ribu sebagai buruh serabutan itu.
Warga kian jengkel saat perwakilan PLN Rayon Tanjung yang menemui mereka tidak memberi penjelasan secara lengkap.
"Dia hanya mengatakan akan dicek ulang. Jika perhitungan (pencatatan) salah, akan dibetulkan. Tetapi jika benar, tetap harus dibayar meskipun bisa mencicil," tegas Idris.
Diungkapkan dia, pemadaman arus listrik yang mereka alami, kian parah. Bahkan, sering dalam sehari, padam hingga tiga kali.
"Kami sepakat tidak akan membayar. Jika kondisinya masih seperti ini (byarpet dan tagihan membengkak), kami akan mendemo kantor PLN Tanjung," ucap dia.
Warga lain, Ayum juga mengatakan sangat terganggu oleh kondisi tersebut. Pria yang kuliah di FISIP Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) mengaku khawatir pengeluaran orangtuanya kian membengkak yang ujungnya bisa mengganggu biaya kuliahnya.
"Iya membengkak, masak bayar bulan ini sampai Rp 200 ribuan, padahal bulan kemarin cuma Rp 45 ribu saja," ujar dia.
Pelaksana Tugas Manajer PLN Rayon Tanjung Herman saat dikonfirmasi menduga permasalahan itu dikarenakan kurang telitinya petugas saat melakukan pencatatan pemakaian daya pelanggan.
Imbasnya, terjadi kondisi kurang tagih hingga batasan pembayaran.
"Misalnya pemakaian pelanggan yang sudah 50 Kwh tapi data yang terentri dari petugas pencatat meter cuma 40 kwh. Dampaknya terjadi kekurangan penagihan selama berbulan-bulan sehingga nilai tagihan pembayaran membengkak," tegasnya.
Herman beralasan, ketidaktelitian itu mungkin dikarenakan sekitar dua bulan ini mereka menerapkan sistem pencatatan baru dengan petugas yang juga baru.
"Tadi kami sudah melakukan pertemuan dengan warga di kantor kecamatan Haruai. Namun memang tercapai kesepakatan sebagai sebagai jalan keluar. Kami akan konfirmasikan lagi ke atas. Mudah-mudahan secepatnya terjalin kesepakatan," kata Herman.
Berdasar informasi yang diperoleh, pembengkakan biaya juga dialami sejumlah warga Banjarmasin.