“Memindahkan” Kebun Raya Bogor ke Luwu, bukan sekadar mimpi atau suatu kemustahilan. Ya, mimpi besar itu berusaha akan diwujudkan Bupati Luwu, Andi Mudzakkar, dengan memoles Buntu Simoma.
Dengan tetap tidak mengubah fungsi utamanya sebagai kawasan lindung, Buntu Simoma akan disulap sebagai hutan wisata (eko tourism) dan hutan penelitian di Kabupaten Luwu.
Nantinya Simoma tidak lagi sekadar sebagai tegakan pohon dan semak belukar semata, tapi akan menjelma sebagai salah satu sarana rekreasi wisata alam dan tempat penelitian pendidikan, khususnya di bidang kehutanan. Miniatur Kebun Raya Bogor akan segera pindah ke Luwu.
Buntu Simoma sebagai kawasan lindung terletak di Desa Temboe, Kecamatan Larompong Selatan. Pengelolaan hutan wisata dan penelitian yang diberi nama Hutan Wisata Kaju Lara tersebut, memiliki luas kurang lebih 40 hektare. Di dalam kawasan ini terdapat berbagai jenis tanaman endemik lokal nusantara.
“Di dalam kawasan Simoma, terdapat berbagai jenis pohon terutama endemik lokal. Kita sudah memiliki 28 jenis pohon endemik nusantara. Yang menarik adalah, kawasan ini dihuni sekitar 300 ekor monyet. Binatang ini akan menjadi salah satu daya tarik pengunjung ketika hutan wisata Kaju Lara telah kita kelola,” kata Drs H Basir, Kepala Bidang Kehutanan Dinas Kehutanan Kabupaten Luwu.
Ketika dirinya melakukan peninjauan pengelolaan Kebun Raya Bogor, pada dasarnya potensi Buntu Simoma sangat layak dijadikan hutan wisata. Tinggal bagaimana penataan di dalamnya. Keunikan Kebun Raya Bogor karena di dalamnya terdapat kurang lebih tujuh ribu jenis pohon se dunia. Ada yang berusia ratusan tahun tapi ada pula yang baru ditanam.
Tapi Kebun Raya Bogor ini tidak memiliki satwa di dalamnya. Kalau Simoma ditata dengan baik, hasilnya mungkin akan lebih hebat dari Kebun Raya Bogor. Apalagi di Luwu memiliki berbagai jenis tanaman endemik lokal. Kayu Lara misalnya. Kayu ini asalnya dari Belanda, tapi hanya ada di Luwu.
Sekarang pun kita sudah memiliki 28 jenis pohon endemik nusantara. Untuk menambah koleksi tanaman hutan di Simoma, saat ini sedang dilakukan pembibitan tanaman hutan yang buahnya dimakan. Seperti karondang, karopi, dengen dan katapi. Tanaman-tanaman ini sekarang sudah jarang kita jumpai. Makanya, dengan keberadaan Simoma ini, pelestarian tanaman itu bisa terjaga.
“Juga karena Simoma ada binatang di dalamnya, bupati perintahkan kita untuk belajar di Hutan Wisata Cibodas, yang selain memiliki koleksi tanaman juga ada satwa liar di dalamnya ,” bebernya.
Keberadaan Simoma dengan rencana pengelolaan hutan wisatanya, ternyata menarik perhatian pihak Kebun Raya Bogor. Diceritakan Basir, ketika berkunjung ke sana, pihak Kebun Raya Bogor tertarik dan menawarkan diri menjadi pengelola Hutan Wisata Kaju Lara. “Kami ditawarkan. Dengan syarat Bupati yang mesti melakukan persuratan langsung ke pihak Kebun Raya Bogor. Tapi setelah keinginan itu kami sampaikan ke pak bupati, beliau menolak,” terang Basir.
Hanya yang menjadi kendala saat ini adalah keberadaan pemukiman penduduk di sekitar kawasan Simoma. Hal ini dapat menjadi salah satu pengganggu keberadaan satwa, khususnya monyet yang ada di dalamnya.
“Di sana ada sekitar enam puluh tiga kepala keluarga. Kita khawatir, keberadaan mereka di sekitar kawasan bisa menjadi salah satu faktor yang tak membuat nyaman satwa di dalam Simoma. Tapi pada dasarnya, keenam puluh tiga kepala keluarga tersebut bersedia pidah ke tempat lain, sepanjang pemerintah daerah menyiapkan lahan buat mereka tinggali,” jelas Basir.
Semua berharap Simoma akan menjadi ikon Luwu di bidang kehutanan. Cakka yakin, pada dasarnya perlindungan lingkungan hidup menekankan pada cara mempertahankan kualitas dan kuantitas aset alam untuk kepentingan generasi mendatang.
Sementara keadilan lingkungan hidup adalah upaya mencari pola pengelolaan aset alam yang adil bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Terutama menyangkut jaminan bagi semua warga masyarakat untuk memeroleh dan menikmati udara segar, lingkungan yang lestari. Sebagaimana yang disajikan Hutan Wisata Kaju Lara.