Dia mengatakan, aparat masih kerap menggunakan kekerasan, bahkan senjata, yang berujung pada kematian. Seperti dalam penanganan terduga dalam kasus terorisme. Cara yang sama juga menjadi pilihan warga sipil, mengabaikan hukum dan main hakim sendiri.
"Nyawa warga Indonesia begitu murah. Tidak ada lagi yang prihatin dengan tewasnya seseorang akibat penembakan, tidak ada lagi yang peduli dengan tewasnya manusia akibat kerusuhan," ujar Ifdhal dalam refleksi dan evaluasi, "Penegakan Hukum dan HAM 2012" di Kantor PPP, Jalan Diponegoro, Jakarta, Rabu (26/12/2012).
Ifdhal juga menyoroti merebaknya kerusuhan yang terkait dengan perebutan sumber daya alam, seperti pertambangan, perkebunan, kehutanan, yang kerap terjadi.
Dia menilai, aparat kerap menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan kerusuhan, bahkan melakukan penembakan.
"Kita seperti tidak memiliki kemampuan untuk menangani kerusuhan. Masyarakat dibiarkan berhadapaan dengan aparat atau kelompok-kelompok bayaran, kalau ini di biarkan, akan banyak lagi yang meninggal," tegas Ifdhal.
Salah satu kasus yang mengemuka di tahun 2012 adalah penembakan oleh aparat Kepolisian di Desa Limbang Jaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, yang menewaskan satu warga desa pada Jumat (27/07/2012).
Versi Komnas HAM yang menginvestigasi kasus itu, konflik lahan antara masyarakat Ogan Ilir dengan PT Perkebunan Nasional (PTPN) VII unit Cinta Manis, bermula pada tahun 1982.
Pembangunan PTPN itu memaksa masyarakat petani di 20 desa dari enam kecamatan di Ogan Ilir, untuk menyerahkan lahan untuk dijadikan perkebunan tebu.