Tugu berdiameter lebih kurang 2 x 2,5 meter itu, bertuliskan ejaan lama dan tahun aneh. Yakni "Tugu Peringatan Orang-orang yang Meninggal Ketika Ketjelakaan Kereta Api Tanggal 25-12-2604 dan 23-3-2605", pada dinding bagian bawahnya.
Disebutkan Masril, tugu yang terletak di tanah kaumnya itu merupakan nisan bersama korban kecelakaan kereta api Padang panjang pada masa penjajahan.
Meski secara detil tidak mengetahui sejarah, Masril mengatakan korban yang dimakamkan di bawah tugu itu tidak dalam keadaan utuh.
"Menurut cerita orang-orang tua, ini merupakan pemakaman potongan-potongan tubuh korban kecelakaan kereta api pada masa penjajahan Belanda, akibat jembatan yang diputuskan. Karena begitu banyaknya korban, sehingga tidak ada tempat untuk pemakaman," cerita Masril.
Pemilik lahan Masril mengatakan sejumlah ahliwaris saat mengunjungi pemakaman sekitar merasa takut melihat tugu tersebut. Ada yang mengatakan tugu itu panas dan sebagainya. Kesaksiannya sering dihinggapi burung hantu.
Proses pemakaman korban, diceritakannya juga terjadi dua kali, sesuai catatan tanggal yang tertera di dinding tugu itu. Usai pemakaman pertama sedalam 5 meter, belum ditembok. Kemudian berjarak sekitar 3 bulan, kembali terjadi kecelakaan dan dimakamkan di lobang yang sama.
“Kabarnya setelah pemakaman pertama, belum ditembok. Kemudian korban pada peristiwa ke dua, kembali dimakamkan dengan galian 2 meter di atasnya. Setelah itu baru dibangun tugu ini untuk kenangan bagi keturunan keluarga korban. Namun selama ini, tidak pernah orang datang melihat, apa lagi untuk membersihkan tugu," sebutnya.
Sementara Lurah Balai-Balai, Reftasman menyebutkan keberadaan tugu tersebut sudah dilaporkan ke pihak Dinas Sosial oleh pihak kelurahan terdahulu. Namun tidak ada respon dan tindakan atas pemberitahuan itu.
“Sehingga tugu ini hanya dibersihkan dari semak belukar oleh Masril yang mengolah lahan. Namun dari pemerintah belum ada petunjuk mau diapakan tugu korban kecelakaan kereta api yang tidak diketahui sejarah pastinya," ungkap Reftasman.