Di samping tiga film Joko Anwar, Film Kebun Binatang karya sutradara Edwin juga turut diputar di festival ini, kata Sekretaris Tiga KBRI Oslo, Dyah Wisnu Kusumawardani.
Festival Films from the South merupakan ajang tahunan di Oslo, Norwegia, diikuti sineas dan film dari berbagai negara di belahan lain dunia, umumnya di negara berkembang.
Selain memperkenalkan budaya asing melalui film, pascatragedi 22 Juli acara seni-budaya semacam ini merupakan alat yang efektif untuk meningkatkan integrasi masyarakat di Norwegia, yang kini semakin multikultural.
Pada acara masterclass, Joko menyampaikan kegembiraannya dapat hadir di Oslo mewakili Indonesia pada festival ini.
Dikatakannya, dua tahun yang lalu ia juga diundang bersama Garin Nugroho, namun sayangnya tidak dapat hadir karena kesibukan dengan proyek musikalnya.
Hadir dalam acara masterclass tersebut, Dubes RI di Oslo, Esti Andayani, yang menyampaikan rasa bangganya bahwa empat film Indonesia diputar pada festival tahun ini.
Berbicara dengan Artistic Director Films from the South, Lasse Skagen, Dubes Esti menyampaikan apresiasinya terhadap penyelenggaraan acara dan perhatian yang diberikan panitia terhadap film-film Indonesia.
"Film Indonesia kini cukup maju, semakin bermutu dan bernilai artistik. Senang dapat melihat film Indonesia diputar pada berbagai festival di dunia," ujarnya.
Membuka masterclass dengan Joko Anwar, Lasse menggarisbawahi bahwa perfilman Indonesia juga mewakili kawasan Asia dan telah menghasilkan banyak film berkualitas. "Oleh karena itu, perfilman Indonesia patut diamati," ujarnya.
Lasse Skagen mengatakan ia sudah sejak lama mengikuti jejak karir Joko. "Kami sudah mengikuti jejak karir Joko sejak lama, perkembangan karyanya, dan kami sangat senang akhirnya dapat menghadirkan Joko di Oslo," ujarnya.
Dalam masterclass yang dipandu Kalle Løchen - editor senior majalah Film & Kino, Joko mengatakan perfilman Indonesia belum dapat disebut sebagai industri, karena belum cukup kuat.
Misalnya, sutradara masih harus datang sendiri ke pemilik bioskop untuk meminta agar film mereka diputar. Kadang-kadang film dapat menjadi box office, namun sering pula tidak.
Joko juga menyampaikan perkembangan perfilman Indonesia kini semakin maju. Dulu, hanya terdapat satu sekolah yang mengajarkan perfilman, yaitu Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Menurut Joko, ia belajar perfilman secara otodidak, dengan langsung terjun di lapangan.
Namun, kini sudah terdapat tiga sekolah yang mengajarkan perfilman, yang menghasilkan bakat-bakat baru bagi dunia perfilman Indonesia. Dirinya merasa senang dengan perkembangan perfilman Indonesia tersebut.
Ditanya mengenai genre filmnya, Joko mengungkapkan dirinya tidak ingin distereotipekan dengan aliran tertentu. Berbagai filmnya menampilkan genre yang berbeda, seperti komedi pada Janji Joni, thriller pada Kala, Pintu Terlarang dan Modus Anomali.
Mengenai karyanya, Joko mengatakan bahwa karakteristik penyampaian ceritanya juga dilakukan melalui pengambilan dan editing gambar yang sesuai dengan setting waktu yang dapat dikatakan ’timeless’.
Masterclass Joko mendapatkan sambutan cukup hangat dari pengamat dan pencinta film di Oslo, dengan diskusi yang cukup interaktif. Acara dilanjutkan dengan pemutaran film Kala.
Respons hadirin terhadap film tersebut sangat bagus, dan bahkan diskusi pada masterclass berlanjut setelah pemutaran film tersebut. Acara berakhir dengan tepuk tangan panjang bagi Joko.