Konon karena hormon yang naik turun, mood atau suasana hati wanita juga jadi ikut-ikutan naik turun.
Padahal menurut sekelompok peneliti dari Kanada, penyebab munculnya gejala seperti gampang uring-uringan itu tak seharusnya dituduhkan pada siklus menstruasi semata tapi mungkin ada faktor lain yang mendasarinya.
Masalahnya, semua orang terlanjur memiliki kecenderungan untuk menyalahkan PMS sebagai alasan di balik kemarahan atau kesedihan wanita saat sedang haid. Bahkan kecenderungan untuk mengaitkan mood negatif dengan siklus menstruasi telah ditemukan dalam literatur kedokteran sejak tahun 1930-an.
"Berbagai emosi negatif yang muncul pada wanita selalu dikaitkan dengan fungsi reproduksinya dan kita pun skeptis akan hal itu. Banyak orang yang menampik alasan lain di balik kondisi naik turunnya emosi itu," tandas ketua tim peneliti Dr. Sarah Romans dari University of Toronto.
Untuk memastikan temuan mereka, Dr. Roman dan rekan-rekannya me-review lebih dari 40 studi terkait PMS. Hasilnya, 36 persen studi tak menemukan adanya kaitan antara mood dan siklus menstruasi.
Namun 42 persen lainnya mengaku menemukan kaitan antara mood negatif selama fase pra-menstruasi yang dikombinasikan dengan fase lain pada siklus menstruasi. Kendati begitu, hanya 13 persen studi yang benar-benar menemukan kaitan antara mood negatif dengan fase pramenstruasi.
Hal ini membuktikan bahwa fluktuasi atau naik turunnya hormon yang terjadi selama siklus menstruasi tak dapat sepenuhnya disalahkan atas munculnya mood negatif pada wanita di sekitar masa-masa itu.
"Kalaupun muncul mood negatif diantara siklus menstruasi maka terjadinya pada masa perimenstrual (3-5 hari sebelum menstruasi hingga fase menstruasi berlangsung), jadi bukan semata pada masa pramenstruasi," terang Dr. Romans.
Dr. Romans menduga apa yang terjadi sekarang sama halnya dengan yang terjadi di masa lalu dimana wanita masih merasakan histeria dengan sistem reproduksinya.
Jadi ketika wanita marah, hal pertama yang terlintas dalam pikiran banyak orang adalah pertanyaan tentang apakah wanita ini sedang berada pada masa pramenstruasi atau tidak. Mereka tidak berpikir apakah kesehatan fisiknya baik-baik saja, apakah wanita itu sedang tertekan atau merasa kurang mendapatkan dukungan sosial atau tidak.