Selasa, 29 Januari 2013

RENCANA PENYEDERHANAAN RUPIAH MENUAI PROTES

Bagikan Artikel Ini :
Rencana Bank Indonesia memberlakukan penyederhanaan mata uang atau redenominasi rupiah, menuai pro dan kontra.

Dengan aturan tersebut, tiga angka nol pada mata uang rupiah baru akan dihapus. Seperti Rp1.000 akan berubah menjadi Rp1.

Menanggapi hal tersebut, ekonom Rizal Ramli menilai, kebijakan baru ini akan membingungkan masyarakat, terutama dalam hal penghapusan angka nol dari belakang. Untuk rakyat biasa, redenominasi adalah istilah baru yang membingungkan.

"Dalam praktiknya istilah itu nyaris sama dengan upaya pemotongan uang. Menerbitkan uang baru Rp1 yang nilainya sama dengan Rp1.000 saat ini, pada praktiknya merupakan "paksaan inflasi" (force inflation)," kata Rizal di Jakarta, tadi malam.

Menurutnya, dengan adanya penyederhanaan mata uang, maka daya beli masyarakat menengah ke bawah akan terpotong dengan adanya kenaikan harga-harga setelah mata uang diterbitkan.

Sementara untuk golongan menengah ke atas, rupiah baru akan lebih nyaman, sebab mereka akan bisa membawa uang tunai Rp10 juta saat ini, menjadi hanya Rp10.000 uang baru atau hanya 10 lembar pecahan Rp1.000 baru.

"Masyarakat kita yang membawa uang tunai paling hanya 0,5 persen, dan sebagian masyarakat kita masih golongan menengah, kebijakan itu justru nantinya menguras daya beli mayoritas rakyat Indonesia," katanya.

Sementara menurut Kwik Kian Gie, rencana Pemerintah dan Bank Indonesia untuk melakukan penyederhanaan mata uang bukanlah hal mendesak yang harus segera dilakukan. "Menurut saya tidak mendesak sama sekali, banyak masalah lain yang mendesak," kata Kwik.

Ia melihat,  redenominasi yang dilakukan saat ini bersifat sangat teknis dan butuh kematangan dari seluruh lapisan masyarakat untuk lebih mengerti bagaimana konsep redenominasi yang akan diterapkan.

"Kalau rakyatnya belum matang betul, lalu menjadi guncang karena tidak mengerti. Redenominasi untuk rakyat yang sudah mengerti kan sudah ada sekarang. Kalau kita makan di restoran, tarifnya Rp 275.000 tulisnya cuma Rp 275," ujar Kwik.

Ia menambahkan, sebenarnya saat ini juga bukan waktu yang pas untuk melakukan redenominasi. Pasalnya, nilai tukar rupiah saat ini cenderung terus melemah. Sementara hal lain yang menjadi sorotan Kwik adalah alasan pemerintah dan BI untuk melakukan redenominasi yang menurutnya masih belum jelas.

"Alasan yang sebenarnya tidak keluar dari BI. Argumentasinya apa redenominasi itu, tidak pernah dijelaskan," katanya.

Hal yang menurut Kwik sangat mendesak untuk segera diselesaikan salah satunya adalah pelemahan nilai tukar rupiah dan beban utang. "Masalah utang kan itu sudah merupakan beban," kata Kwik lagi.
Jangan Lupa :

Labels

 
© 2013 AKHIRNYA KU TAHU - All Rights Reserved
Desain: DheTemplate.com | Main Blogger | Taru Sun

Template: Makeityourring Diamond Engagement Rings
Proudly powered: Blogger | Google | IDwebhost | Beritambah